AYAM WIDURAN

Berhentilah bergantung dan mengandalkan orang lain, lembaga atau bahkan negara. Apakah kalian yakin mereka sanggup menjamah segala urusan sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat? Jangankan Ayam Widuran di kota kecil Solo, kasus pagar laut yang sebesar itu saja mereka tak sanggup. Negara ini butuh orang-orang mandiri yang membuka mata hati dan pikirannya bukan orang-orang yang sibuk menyalahkan tapi tidak bertindak apa-apa.

AYAM WIDURAN

AYAM WIDURAN

Oleh : Nala Rena

Seperti pernah mendengar? Mungkin tidak asing ditelinga kita. Ya, beberapa saat yang lalu beredar berita tentang rumah makan legendaris bernama Ayam Widuran di Kota Solo, Jawa Tengah yang mengaku bahwa produk mereka “Non Halal” yang mana toko ini mengklaim dirinya buka sejak tahun 1973. Walaupun pihak manajemen sudah melakukan klarifikasi dan menyampaikan permohonan maaf, tapi bagaimana dengan aqidah kaum muslim yang seolah bisa ditawar dengan klarifikasi dan permohonan maaf?

Tak dapat dipungkiri bahwa pesatnya teknologi telah mentransformasi informasi dengan cepat hingga ke ujung bumi sekalipun. Beragam pro dan kontra diutarakan untuk menyikapi hal tersebut, mulai dari konsumen langsung maupun orang yang belum mencicipinya bahkan yang sebelumnya tidak pernah mendengar nama restoran itu pun ikut berkomentar. Tak sedikit yang kecewa pun tak sedikit yang menyayangkan sikap MUI Solo. 

Islam sebagai agama yang “Rahmatan lil alamin” mengajarkan konsep kasih sayang, perdamaian dan toleransi bagi sesama umat manusia. Pun demikian dengan orang yang menyatakan bahwa bagaimana agama bisa dipermainkan dengan label non halal dalam konteks Ayam Widuran. Dalam syariat Islam, perbuatan haram seperti memakan daging babi dinilai berdasarkan kesadaran dan niat seseorang.

Jika seseorang tidak tahu bahwa makanan yang dikonsumsinya mengandung daging babi, maka perbuatannya tidak dianggap sebagai dosa. Sebagaimana diungkapkan oleh M. Syafi'i Hadzami dalam bukunya Taudhihul Adillah 6 - Penjelasan tentang Dalil-dalil Muamalah.

Baca artikel detikhikmah, "Bagaimana Hukum Tidak Sengaja Makan Daging Babi dalam Islam?" selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7690182/bagaimana-hukum-tidak-sengaja-makan-daging-babi-dalam-islam.

Jadi kasus Ayam Widuran ini salah siapa? Siapa yang harus bertanggung jawab? Cobalah kita memulai untuk tidak menyalahkan orang lain dan meningkatkan kewaspadaan diri kita sendiri. Misalnya kalo kita ragu karena penjualnya adalah non muslim, kita bisa tanyakan dahulu sebelum membelinya. Atau jika kita takut akan menyinggung orang lain, kita bisa memilih restoran lain yang lebih meyakinkan.

Berhentilah bergantung dan mengandalkan orang lain, lembaga atau bahkan negara. Apakah kalian yakin mereka sanggup menjamah segala urusan sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat? Jangankan Ayam Widuran di kota kecil Solo, kasus pagar laut yang sebesar itu saja mereka tak sanggup. Negara ini butuh orang-orang mandiri yang membuka mata hati dan pikirannya bukan orang-orang yang sibuk menyalahkan tapi tidak bertindak apa-apa.(mo)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0